beritatanahair.com – LBH Pers turut menyampaikan kritik terhadap draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran terbaru. Direktur LBH Pers, Wahyudin, menekankan pentingnya bagi DPR RI untuk mengevaluasi dan mencabut pasal-pasal dalam RUU Penyiaran yang bertentangan dengan Undang-Undang Pers (UU Pers).
Wahyudin menegaskan bahwa pandangan LBH Pers sejalan dengan Asosiasi Jurnalis Independen (AJI) dan Dewan Pers, yaitu perlunya evaluasi serta penghapusan pasal-pasal yang tidak sejalan dengan UU Pers.
Dia juga mengungkapkan kebingungannya terkait draf RUU Penyiaran yang terbaru dan ingin memahami latar belakang serta tujuan dari pasal-pasal yang bertentangan dengan UU Pers. Wahyudin menilai aneh bahwa DPR RI tidak menyadari bahwa konten jurnalistik dilindungi oleh UU Pers.
Sebelumnya, Dewan Pers juga memberikan kritik terkait draf RUU Penyiaran ini. Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Dewan Pers, Yadi Hendriana, menilai RUU tersebut dapat mengancam kebebasan pers dan menyebabkan tumpang tindih dengan UU Pers.
Yadi menyatakan bahwa dalam draf yang diterima untuk rapat Badan Legislasi DPR pada 27 Maret 2024, RUU tersebut berpotensi merugikan kebebasan pers dan menciptakan kewenangan yang tumpang tindih dengan UU Nomor 40 tentang Pers.
Dia mendorong DPR untuk memperhatikan aspirasi berbagai kelompok masyarakat dalam proses penyusunan RUU ini. Yadi juga menyarankan agar DPR mencari masukan dari kalangan pers dan masyarakat sipil.
Yadi mengkritik beberapa poin dalam RUU tersebut, salah satunya ketentuan yang memberi kewenangan kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk menangani sengketa jurnalistik. Dia menyoroti Pasal 8A huruf q dalam RUU yang dibahas oleh Badan Legislasi DPR pada 27 Maret 2024, yang memberikan KPI kewenangan untuk menyelesaikan sengketa jurnalistik di bidang penyiaran, yang dianggap bertentangan dengan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999.